Tenang di Tengah Tugas: Belajar dari Senja di Lengayang — Masri.id
Tenang di Tengah Tugas: Belajar dari Senja di Lengayang
Sore itu, setelah deretan tugas sekolah selesai, saya duduk di teras sambil memandangi langit barat. Warna jingga dan keemasan perlahan menelan biru siang, dan Lengayang berubah menjadi kanvas tenang yang menenangkan hati. Dalam hening itu, saya merasa waktu seolah berhenti — memberi ruang bagi pikiran untuk kembali tertata.
Sering kali kita, para guru, terlalu sibuk dengan laporan, administrasi, dan kelas yang tak kunjung selesai. Namun di sela itu, ada momen kecil seperti senja yang mengajarkan: diam bukan berarti berhenti, hening bukan berarti hilang arah. Justru di situ, lahir kembali semangat untuk mengajar dengan jernih.
“Guru yang bisa menemukan tenang di tengah riuh tugas, sedang belajar menjadi bijak.”
Saya teringat bagaimana dulu saat awal mengajar, saya berpikir guru hebat adalah yang paling sibuk, paling cepat, paling banyak tugasnya. Tapi kini, semakin saya belajar, semakin saya sadar: guru hebat adalah yang mampu tetap berpikir jernih saat dunia tergesa-gesa.
Senja Sebagai Ruang Refleksi
Di Lengayang, senja datang tanpa tergesa. Ia tahu kapan harus muncul, kapan redup. Seperti pembelajaran — tidak semua harus cepat, tidak semua perlu selesai hari ini. Ada hal-hal yang perlu waktu untuk tumbuh: pemahaman murid, perubahan kebiasaan, bahkan semangat seorang guru sendiri.
Mungkin, ketenangan adalah kunci dari kreativitas. Dari pikiran yang damai lahir gagasan yang jernih. Dari hati yang tenang muncul keputusan yang bijak. Maka setiap kali saya melihat langit berubah warna di atas bukit Lengayang, saya tahu — tugas boleh banyak, tapi hati tetap harus tenang.
Karena guru yang mampu menjaga ketenangan, akan mampu menyalurkan ketenangan itu kepada muridnya.
Posting Komentar